Senin, 17 Maret 2014

Let the Weird People Happy, You'll Be Happy

Akhir-akhir ini aku mudah sekali marah. Iya marah, bukan hanya sebal. Banyak orang-orang menyebalkan tetap aku biarkan. Tapi semakin lama aku maklumi semakin kampret mereka. Bukannya sadar malah melambung jauh terbang tinggi. Bahkan hal-hal kecil-pun aku permasalahkan juga. Pokoknya seperti pantat bayi lah, sensi sekali.

Pernah suatu malam sebelum tidur aku berpikir 'kenapa aku mudah sekali marah ya' dan melamun lama sekali. Oke, disambi scrolling timeline sih. Apa kalian berpikir aku menemukan jawabannya? Yah, sedikit, secuil, seupil, se-oriza sativa. Aku mudah marah karena terlalu ambil pusing setiap kejadian. Terlalu memikirkan resiko apa yang akan terjadi bila aku melakukannya maupun resiko bila aku tidak melakukannya. Terlalu memikirkan pandangan orang lain tentang setiap gerak-gerikku, ucapanku, penampilanku, makanan yang aku beli, bahkan setiap tweetku.

Aku ini bukan seseorang yang perfeksionis yang tidak boleh salah dan harus sempurna dari a sampai z. Tetapi bukan juga yang tidak peduli sama sekali yang menganggap kehadiran orang lain itu kekampretan belaka. Kadang aku ingin terlihat cantik, modis, wangi, dan menarik pada suatu pagi di hari ngampus. Kadang juga aku malas untuk memilih pakaian apa yang akan aku pakai dan akhirnya hanya mengambil baju yang ada di belakang pintu kamar. 

Pernahkah kalian berpikir bahwa hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang sebenarnya sama sekali tidak diperhitungkan sama sekali untuk kebanyakan orang? Orang-orang yang menghabiskan satu jam untuk dandan sebelum pergi ke kampus pada akhirnya akan tampak sama dengan yang lain jika ia hanya datang-duduk-mendengarkan dosen-diam-lalu pulang. Pribumi di kelas hanya akan menengok saat dia datang lalu ber-'oh si Bunga sudah datang' kemudian mengabaikannya. Mungkin memang ada segelintir orang yang kemudian menggosip lalu mengomentari penampilannya dari atas sampai bawah, tapi itu hanya dalam kurun waktu 5-10 menit, setelah itu berlalu. Selalu begitu. Karena aku sendiri pun pernah menjadi pelaku penggosip tersebut.

Beda orang beda pula cara bahagianya. Mengapa dia memakai heels ke kampus? Mengapa dia memakai celak atau eyeliner yang tebal pada matanya seperti Kungfu Panda? Mengapa dia tidak pernah menguncir rambut gembelnya itu? Mengapa jarum pada hijabnya banyak sekali? Itu hijab atau akupuntur? Mengapa dia selalu membeli makanan padahal kalau disuruh iuran untuk fotocopy materi tidak mau? Mengapa dia selalu sholat dhuha di waktu istirahat yang singkat? Mengapa dia tidak pernah absen puasa daud padahal berhijab-pun tidak? Mengapa dia tidak pernah memperhatkan dosen tetapi IP nya lebih bagus daripada aku? Mengapa aku baru menyadari kalau Yonghwa lebih memikat daripada Jonghyun setelah aku nonton Heartstring? Mengapa Lee Min Ho hanya mengambil satu drama selama setahun dan mengabaikan bejibun tawaran drama lainnya? Mengapa serial Hormones the Series tayang jam 9 pagi saat jam kampus? Mengapa program YKS tidak segera dihentikan? MENGAPAAAAAAAAAAA????!!!???!!!!!!!!!!

Sekarang aku mencoba untuk membiarkan hal-hal aneh di sekitarku. Kita tidak pernah tahu bukan kalau itu menjadi kebahagiaan tersendiri untuk mereka? Bisakah kita mengganti kebahagiaan tersebut bila kita mengomentari atau bahkan melarang mereka untuk melakukan hal tersebut? Sepertinya tidak.

Dan ini terjadi kemarin sabtu. Aku menemani Fika dan Inung ke Progo demi memenuhi hasrat mereka membuat bando bunga. Sudah kubilang untuk beli saja yang langsung jadi, tapi mereka tidak mau dan kekeuh. Sekital pukul setengah satu kami sampai di Progo dengan berbecek-becek karena hujan. Selama 2 jam aku ikut muter muter mencari bunga yang cocok. Sebenarnya toko bunga itu tidak lebih besar daripada ruang kuliahku, tapi rasanya aku capai sekali. Mereka sibuk berkonsultasi dan cerewet sekali memilih bunga. Saking bosannya aku memilih untuk mengambil foto mereka yang sedang memilih bunga dan sok-sok ikut memilih bunga. Saat mereka memilih bando-pun aku memilih pergi melihat-lihat pakaian sendirian. Sekitar setengah tiga mereka selesai memilih dan menemukanku disalah satu rak pakaian kemudian kamipun pulang. Rumah Fadiya yang kami tuju. Disana Fika dan Inung membuat bando bunga dan kam ngobrol sampai berbusa berempat dengan Fadiya. Kemudian terjadilah.

Malam ini saat mendapati foto-foto mereka di instagram seperti itu, rasanya aku ikut senang. Entahlah.

2 komentar: